Rapor Merah TKA 2025: Menguak Penyebab Rendahnya Nilai Akademik Siswa Nasional
![]() |
| Gambar diambil dari youtube liputan6 |
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) baru saja merilis hasil Tes Kemampuan Akademik (TKA) 2025 yang menunjukkan angka memprihatinkan. Dari sekitar 3,5 juta siswa, nilai rata-rata nasional untuk Bahasa Inggris hanya mencapai 24,92, diikuti Matematika di angka 36, dan Bahasa Indonesia di angka 55. Meski terlihat "jeblok", hasil ini diklaim sebagai potret objektif kemampuan penalaran siswa yang selama ini tertutup oleh pencapaian administratif semata.
Potret Objektif di Balik Angka yang Rendah
Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), Prof. Toni Toharudin, menegaskan bahwa rendahnya nilai rata-rata ini tidak berarti siswa gagal atau soal yang diberikan mustahil dikerjakan. Menurutnya, hasil TKA 2025 mencerminkan kemampuan akademik aktual siswa secara nasional setelah sekian lama sistem evaluasi hanya menekankan pada nilai rapor dan capaian administratif.
Tes ini dirancang khusus untuk mengukur penalaran membaca dan pemahaman konsep serta pemecahan masalah (problem solving). Soal-soal yang disajikan berbasis Higher Order Thinking Skills (HOTS), bersifat kontekstual, dan lintas kompetensi, sehingga menuntut siswa untuk berpikir lebih dalam daripada sekadar menghafal rumus.
Sistem Penilaian yang Lebih Adil (Item Response Theory)
Salah satu faktor yang membedakan TKA dengan tes biasa adalah sistem penilaiannya. Penilaian tidak hanya dihitung dari jumlah jawaban benar, tetapi menggunakan skala berbasis Item Response Theory (IRT).
Dalam sistem ini, tingkat kesulitan dan daya beda setiap butir soal sangat dipertimbangkan. Menjawab benar soal yang sulit akan memberikan nilai lebih tinggi dibandingkan soal yang mudah. Dengan metode ini, skor yang dihasilkan dianggap lebih objektif dalam mencerminkan tingkat kompetensi individu siswa.
Kendala Utama: Terjebak Prosedural dan Learning Gap
Analisis awal dari BSKAP menemukan bahwa kesenjangan pembelajaran (learning gap) masih sangat besar dan bersifat struktural, baik antarwilayah, jenis sekolah, maupun latar belakang sosial-ekonomi.
Selain itu, Prof. Toni menyoroti bahwa pola pembelajaran di kelas belum sepenuhnya konsisten dalam melatih penalaran. Banyak siswa yang terbiasa menjawab soal secara prosedural (langkah-langkah rutin), namun lemah saat menghadapi soal yang menuntut interpretasi, inferensi, dan pemecahan masalah kontekstual.
Langkah Perbaikan: Kurikulum Tetap, Cara Mengajar Berubah
Merespons hasil ini, pemerintah tidak berencana mengubah kurikulum yang ada, melainkan memperbaiki metode penyampaiannya. Fokus utama ke depan adalah implementasi pembelajaran mendalam (deep learning) untuk menguatkan kompetensi esensial guru dan siswa.
Beberapa kebutuhan mendesak yang akan diintervensi antara lain:
- Penguatan kompetensi guru melalui pelatihan yang berbasis kebutuhan nyata di lapangan.
- Integrasi metode Teaching at the Right Level dan instruksi berbasis umpan balik (feedback driven instruction).
- Penyelarasan antara tujuan kurikulum, proses pembelajaran, dan sistem asesmen.
Fungsi TKA dalam Seleksi Masuk PTN
Terkait kelanjutan studi siswa, nilai TKA ini nantinya akan digunakan dalam Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP). Namun, Prof. Toni menekankan bahwa TKA tidak akan menggantikan nilai rapor, melainkan berfungsi sebagai validator.
Langkah ini diambil oleh Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri untuk meningkatkan objektivitas dan keadilan, mengingat setiap sekolah memiliki standar penilaian rapor yang berbeda-beda. Dengan adanya TKA sebagai alat validasi, proses penerimaan mahasiswa baru diharapkan menjadi lebih transparan dan adil bagi semua siswa.
Kesimpulan
Rendahnya nilai TKA 2025 bukanlah instrumen untuk menghukum siswa atau guru, melainkan sebuah alat diagnosis nasional. Hasil ini menjadi baseline data bagi pemerintah untuk melakukan kebijakan berbasis data (data-driven policy) demi memperbaiki kualitas pendidikan secara sistemik. Fokusnya bukan lagi sekadar mengejar nilai di atas kertas, melainkan memastikan setiap siswa memiliki kemampuan penalaran yang kuat untuk menghadapi tantangan di masa depan.
Memahami hasil TKA ini ibarat melakukan medical check-up pendidikan; meskipun hasilnya menunjukkan ada bagian yang sakit, diagnosis yang akurat ini justru menjadi langkah awal yang paling krusial untuk memberikan pengobatan dan vitamin yang tepat agar kualitas pendidikan kita pulih dan lebih kuat di masa depan.

Post a Comment
2. Komentar sensitif akan dihapus
3. Gunakan bahasa yang sopan dan saling menghargai perbedaan pendapat dan sudut pandang
4. Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE