Menganalisis Klaim "Anak Tunggal Allah" dalam Alkitab: Perspektif Dr. Zakir Naik

Table of Contents
Dr. Zakir Naik

Dalam perdebatan teologis yang sering kali muncul mengenai status Nabi Isa (Yesus Kristus), sorotan utama terletak pada penggunaan frasa "Anak Allah" (Son of God) dalam teks-teks Alkitab. Dr. Zakir Naik, dalam sebuah diskusi, secara komprehensif menjelaskan bahwa sementara konsep 'Anak Allah' dapat merujuk pada seseorang yang taat dan mengikuti perintah Tuhan, klaim mengenai Yesus sebagai 'Anak Tunggal yang Diperanakkan' merupakan hasil sisipan (interpolasi) dalam kitab suci. 

Ia juga menegaskan bahwa Muslim mengakui Nabi Isa sebagai utusan dan nabi Allah, tetapi bukan sebagai Tuhan atau bagian dari ketuhanan, dan berpendapat bahwa Muslim adalah pengikut perintah Isa yang lebih baik dibanding mereka yang hanya Kristen secara nominal.

Interpretasi "Anak Allah" dan Ketaatan Ilahi

Istilah "Anak Allah" sering kali disalahpahami jika diartikan secara harfiah, yang menjadi inti perdebatan ini. Menurut Dr. Naik, jika merujuk pada ayat Roma pasal 8 ayat 14, menjadi "Anak Allah" berarti dibimbing oleh Ruh Tuhan. Dalam konteks yang lebih luas, "Anak Allah" adalah orang yang menuruti perintah Allah dan hidup sesuai dengan kehendak-Nya.

Oleh karena itu, Nabi Isa (Yesus), sebagai seorang utusan dan nabi yang mengikuti perintah-perintah Allah, dapat dianggap sebagai "Anak Allah" dalam pengertian metaforis ini—yaitu sebagai hamba yang taat dan mengikuti perintah Tuhan. Dr. Naik menekankan bahwa tidak ada masalah dalam menerima Isa sebagai Nabi dan Rasul Allah, tetapi menolaknya sebagai Tuhan atau bagian dari ketuhanan.

Kontroversi Frasa "Anak Tunggal yang Diperanakkan" (Yohanes 3:16)

Salah satu ayat yang paling sering dikutip oleh misionaris Kristen adalah Yohanes pasal 3 ayat 16: "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal".

Dr. Naik berargumen bahwa kata kunci yang bermasalah dalam terjemahan tersebut adalah "yang diperanakkan" (begotten atau Unigenitus). Ia menyatakan bahwa frasa lengkap "hanya anak Allah yang diperanakkan" (only begotten Son of God) bukanlah pernyataan yang tidak ambigu dalam Alkitab.

Ia memberikan konteks penting dengan merujuk pada hasil revisi Alkitab. Edisi Alkitab terstandardisasi dan revisi terbaik, seperti Revised Standard Version (RSV), tidak lagi mencantumkan kata "begotten" dalam Yohanes 3:16. Penghapusan ini dilakukan oleh 32 cendekiawan Kristen terkemuka. Hal ini mengindikasikan bahwa kata "begotten" adalah sisipan (interpolasi) yang dimasukkan ke dalam teks.

Alasan Al-Qur'an Menghindari Istilah "Ibn"

Dalam Islam, meskipun Allah menggunakan banyak atribut (seperti Ar-Rahman – Maha Penyayang, dan Ar-Rahim – Maha Pengasih), Al-Qur'an secara spesifik menghindari penggunaan kata Ibn (anak laki-laki) untuk merujuk kepada Allah.

Dr. Naik menjelaskan bahwa alasan Al-Qur'an tidak menggunakan istilah tersebut adalah karena kekhawatiran akan kesalahpahaman. Dalam wahyu sebelumnya (seperti Alkitab), istilah tersebut telah mengalami perubahan atau disalahpahami, sehingga Al-Qur'an mengambil tindakan pencegahan untuk menghindari ambiguitas dan salah tafsir.

Mendefinisikan Ulang Makna "Kristen"

Dr. Naik mengajukan pertanyaan mengenai siapa yang pantas disebut "Kristen." Menurutnya, seorang Kristen adalah seseorang yang mengikuti perintah dan ajaran Isa Al-Masih (Yesus).

Ia berpendapat bahwa Muslim sejatinya adalah pengikut Kristus yang lebih baik—atau "Kristen" yang lebih baik—daripada Kristen nominal, karena mereka mempraktikkan ajaran yang juga diikuti oleh Isa. Sebagai contoh, Isa disunat (disirkumsisi) pada hari kedelapan, sebuah praktik yang diikuti oleh Muslim tetapi sering diabaikan oleh banyak Kristen.

Meskipun demikian, Dr. Naik menegaskan bahwa Muslim tidak perlu menyebut diri mereka "Kristen" berdasarkan nama. Meskipun Muslim adalah penganut ajaran Isa yang menghormatinya dan menganggapnya sebagai Rasul yang dicintai dan dihormati, penggunaan nama "Kristen" tetap dihindari karena konotasi teologisnya yang spesifik.

Kesimpulan

Pada intinya, Dr. Zakir Naik menyimpulkan bahwa pengakuan Isa sebagai "Anak Allah" harus dipahami sebagai pengakuan terhadap statusnya sebagai hamba yang taat dan utusan yang mengikuti perintah-perintah Ilahi. Klaim ketuhanan Isa, terutama yang didasarkan pada frasa "Anak Tunggal yang Diperanakkan," dianggap tidak valid karena adanya bukti kuat mengenai interpolasi dalam teks Alkitab. Pesan utama yang disampaikan adalah bahwa pengakuan terhadap Nabi Isa sebagai utusan Allah adalah pandangan yang paling sesuai dengan ajaran dan teks yang direvisi.

Konsep ini bisa diibaratkan seperti dalam sebuah organisasi di mana istilah "putra mahkota" secara harfiah merujuk pada ahli waris, tetapi dalam konteks spiritual, istilah "anak" hanya merujuk pada "pengikut setia" atau "murid kesayangan" yang menaati semua peraturan; ketika istilah itu disalahartikan menjadi klaim warisan kekuasaan ilahi, diperlukan klarifikasi untuk mengembalikannya ke makna semula: ketaatan dan kepatuhan.

Sudut Pandang
Sudut Pandang Menyajikan renungan, inspirasi, dan pandangan tentang Islam, pendidikan, serta makna hidup dari sisi iman dan ilmu. Temukan gagasan segar yang mencerahkan hati dan pikiran.

Post a Comment