Santri dan Cahaya yang Tak Pernah Padam

Table of Contents
Sedang Diskusi Pembelajaran

Tanggal 22 Oktober bukan sekadar tanggal di kalender. Ia adalah simbol dari perjalanan panjang sebuah komunitas yang sederhana, namun berperan besar dalam menjaga keutuhan bangsa: para santri.

Sejak KH. Hasyim Asy’ari menyerukan Resolusi Jihad pada 1945, semangat santri menjadi bagian dari denyut nadi Indonesia. Mereka berjuang bukan hanya dengan senjata, tetapi juga dengan ilmu, doa, dan kesabaran. Mereka hadir di garis depan perjuangan, tanpa pamrih, tanpa sorotan kamera.

Dari Langgar ke Laboratorium

Kini, perjuangan itu mengambil bentuk lain. Santri zaman ini tak hanya berkutat di kitab kuning, tapi juga membuka kitab digital. Di banyak pesantren, gawai bukan lagi dianggap pengganggu, tapi jembatan ilmu.

Data Kemenag (2024) mencatat bahwa 1 dari 5 pesantren telah mengintegrasikan kurikulum digital dan vokasi. Sebuah langkah kecil, tapi penting. Karena dunia berubah, dan ilmu agama harus berjalan beriringan dengan teknologi.

Saya teringat ucapan seorang kiai muda di Brebes, “Ilmu agama itu lentur, bukan kaku. Ia bisa menyesuaikan zaman tanpa kehilangan nilai.” Dan benar, di tangan para santri muda hari ini, ayat-ayat suci tidak hanya dibaca, tapi juga diterjemahkan dalam bentuk aksi nyata: platform pendidikan, aplikasi zakat, hingga gerakan sosial di desa-desa.

Santri dan Spirit Kesederhanaan

Namun, di tengah kemajuan itu, kesederhanaan tetap menjadi jati diri santri. Dari kehidupan di pondok, mereka belajar tentang sabar, kebersamaan, dan arti cukup. Sifat-sifat yang justru makin langka di era digital yang serba cepat.

Dalam kesunyian malam, di sela-sela zikir dan kajian, santri belajar bahwa kemuliaan bukan pada jabatan atau popularitas, melainkan pada kebermanfaatan.

Menyalakan Cahaya di Tengah Gelap

Hari Santri bukan hanya milik pesantren, tapi milik seluruh bangsa. Karena dari pesantrenlah lahir nilai-nilai dasar yang menjaga moral masyarakat: kejujuran, kerja keras, cinta ilmu, dan cinta tanah air.

Ketika dunia semakin bising oleh ambisi, santri hadir membawa ketenangan. Ketika dunia sibuk berdebat tentang siapa yang paling benar, santri mengajarkan cara menjadi yang paling sabar.

Dan mungkin, inilah yang harus kita jaga: semangat santri yang tidak pernah padam. Karena selama masih ada yang membaca Al-Qur’an di sudut pesantren, masih ada harapan bagi negeri ini untuk tetap beradab.

Sudut Pandang
Sudut Pandang Menyajikan renungan, inspirasi, dan pandangan tentang Islam, pendidikan, serta makna hidup dari sisi iman dan ilmu. Temukan gagasan segar yang mencerahkan hati dan pikiran.

Post a Comment