Nikah Muda: Antara Cinta yang Bergegas dan Tanggung Jawab yang Tertinggal
Table of Contents
Ada yang bilang, “Lebih baik menikah muda daripada berbuat dosa.” Kalimat itu sering diucapkan dengan nada heroik, seolah menikah muda adalah jembatan emas menuju surga.
Namun, di balik romantisme kalimat itu, tersimpan pertanyaan besar yang jarang dijawab: Apakah mereka benar-benar siap, atau hanya ingin cepat?Nikah Muda dan Dalil Agama: Cinta dalam Bingkai Ibadah
Islam memang memuliakan pernikahan. Dalam banyak ayat dan hadis, menikah disebut sebagai ibadah yang menjaga kehormatan dan melahirkan ketenangan.
Allah berfirman:
Allah berfirman:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً
"Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan dari jenismu sendiri agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang." (QS. Ar-Rum [30]: 21) Rasulullah ﷺ juga pernah bersabda:
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ
"Wahai para pemuda, barang siapa di antara kalian mampu menikah, maka menikahlah."(HR. Bukhari dan Muslim).
Hadis ini sering dijadikan pembenaran untuk menikah muda. Tapi, menariknya, kata “istatha‘a al-bā’ah” (mampu menikah) bukan sekadar mampu akad — melainkan mampu secara fisik, mental, dan ekonomi.
Imam An-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menafsirkan “al-bā’ah” sebagai kemampuan memberi nafkah dan menanggung tanggung jawab rumah tangga. Jadi, jika menikah hanya bermodal cinta tapi tak punya daya, maka belum memenuhi anjuran hadis ini.
Imam An-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menafsirkan “al-bā’ah” sebagai kemampuan memberi nafkah dan menanggung tanggung jawab rumah tangga. Jadi, jika menikah hanya bermodal cinta tapi tak punya daya, maka belum memenuhi anjuran hadis ini.
Pandangan Ulama Klasik dan Cendekiawan Modern
Dalam Ihya’ Ulumiddin, Imam Al-Ghazali menulis bahwa menikah di usia muda boleh saja, asalkan mampu menahan gejolak syahwat dan memiliki tanggung jawab moral. Ia bahkan menegaskan bahwa menikah hanya karena dorongan nafsu tanpa kesiapan adalah bentuk kezaliman terhadap pasangan.
Sedangkan Yusuf al-Qaradawi dalam Al-Halal wa al-Haram fil Islam menegaskan:
Sedangkan Yusuf al-Qaradawi dalam Al-Halal wa al-Haram fil Islam menegaskan:
Islam tidak menentukan batas usia, tetapi mendorong kesiapan akal dan tanggung jawab. Menikah tanpa kesiapan adalah langkah tergesa yang bisa berakhir penyesalan.”
Artinya, menikah muda bukanlah masalah umur, tapi maturitas.
Dan sayangnya, di zaman ini, banyak yang mendewakan cepat menikah tapi menyepelekan kesiapan hidup bersama.
Dan sayangnya, di zaman ini, banyak yang mendewakan cepat menikah tapi menyepelekan kesiapan hidup bersama.
Nikah Muda di Dunia Nyata: Antara Ideal dan Realitas
Sebagai seseorang yang pernah menyaksikan pasangan remaja menikah dengan semangat seperti pasukan perang, saya sering terenyuh. Mereka datang dengan wajah bersinar, penuh cinta dan doa. Tapi beberapa bulan kemudian, sebagian datang lagi — kali ini dengan wajah lesu, membawa berkas perceraian.Bukan karena mereka jahat, tapi karena dunia rumah tangga tak sama dengan dunia romansa.
Menikah bukan hanya berbagi cinta, tapi berbagi tagihan listrik, emosi, bahkan masa depan.
Menikah bukan hanya tentang “aku dan kamu,” tapi tentang “bagaimana kita menghadapi hidup.”
Menikah Muda Boleh, Asal Tidak Bodoh
Nikah muda itu tidak salah. Yang salah adalah ketika ia dijadikan pelarian dari tanggung jawab.Islam tidak melarang menikah di usia muda, tapi mengajarkan hikmah dalam waktu. Seperti kata Ali bin Abi Thalib:
“Al-hilmu qabla al-imārah, wa al-tafakkuh qabla al-tijārah.”
“Bijaklah sebelum memimpin, dan pahamilah sebelum berusaha.” — (Nahj al-Balaghah)
Maka sebelum menikah, seharusnya ada jeda untuk berpikir:
- Apakah aku sudah siap menjadi suami yang menafkahi?
- Apakah aku sudah siap menjadi istri yang mendidik dan mendampingi?
- Atau aku hanya ingin melarikan diri dari rasa sepi?
Cinta yang Tidak Bergegas
Menikah muda bisa jadi indah — bila dijalani dengan kedewasaan, bukan dengan terburu-buru. Kesiapan bukan ditentukan usia, tapi oleh kesadaran.
Cinta sejati bukan tentang siapa yang paling cepat menikah, tapi siapa yang paling kuat bertahan.
Jadi, jika kamu ingin menikah muda, silakan.
Tapi pastikan kamu menikah bukan hanya karena “takut dosa,” melainkan karena ingin menjadi rumah bagi jiwa lain — dengan iman, ilmu, dan kesabaran.

Post a Comment
2. Komentar sensitif akan dihapus
3. Gunakan bahasa yang sopan dan saling menghargai perbedaan pendapat dan sudut pandang