Kerja di Indonesia: Yang Menang Tetap ‘Orang Dalem’, Bukan Orang dengan Sederet Gelar
Katanya, pendidikan itu kunci masa depan. Lulus S1, lanjut S2, kalau bisa sampai S3. Portofolio segudang, pengalaman seabrek, sertifikat menumpuk kayak brosur kredit motor. Teorinya, semua itu bikin jalan ke dunia kerja lebih mudah.
Teori, ya.
Praktiknya? Di Indonesia, siapa orang dalem jauh lebih menentukan daripada sederet gelar yang susah payah ditempuh bertahun-tahun.
Pernah dengar cerita anak fresh graduate yang CV-nya tebal, isinya magang di mana-mana, aktif organisasi, bisa tiga bahasa, tapi ditolak perusahaan tanpa alasan jelas? Sementara yang diterima justru anaknya si bos, keponakan pejabat, atau “temennya temen HRD”? Itu bukan cerita bohong. Itu realita sehari-hari.
Budaya orang dalem ini sudah kayak password rahasia di dunia kerja. Mau sehebat apa pun gelar dan pengalamanmu, kalau nggak punya koneksi, seringnya ya kalah.
Di atas kertas kamu menang, tapi di lapangan kamu cuma jadi pengisi daftar pelamar yang dilihat sekilas, lalu diabaikan.
Lebih ironis lagi, kadang orang dalem ini bukan cuma dapat akses lebih dulu, tapi juga bisa melompati semua proses seleksi. Yang lain tes berlapis: psikotes, wawancara HR, wawancara user, diskusi panel, sampai ujian kesehatan. Dia? Cukup lewat “rekomendasi”. Istilah halusnya: jalur prestasi keluarga.
Makanya, jangan heran kalau ada orang dengan gelar panjang kayak nama film India, pengalaman kerja lintas benua, tapi tetap kalah dengan seseorang yang CV-nya cuma dua baris: “Pernah kuliah. Anak pejabat.”
Bukan berarti semua kerjaan di Indonesia ditentukan orang dalem, tapi probabilitasnya gede banget. Saking besarnya, kadang orang tua sudah menyiapkan “jalur koneksi” bahkan sejak anaknya masih kuliah. Jadi lulus nanti tinggal masuk tanpa ribet.
Dan inilah yang bikin generasi muda kita sering merasa pesimis: “Ngapain capek-capek kuliah tinggi, toh ujung-ujungnya yang punya koneksi yang dipilih.” Padahal kalau dipikir, yang namanya kerja harusnya kan berdasarkan kompetensi. Tapi ya kita hidup di negeri di mana meritokrasi masih kalah sama nepotisme.
Jadi, kalau kamu lagi susah cari kerja meskipun punya gelar sederet dan pengalaman segunung, jangan buru-buru nyalahin diri sendiri. Bisa jadi bukan kamu yang kurang pintar, tapi sistem yang sudah lama sakit.
Atau lebih gampangnya gini:
Di Indonesia, ijazah memang penting. Tapi nomor telepon orang dalem jauh lebih penting.
Post a Comment
2. Komentar sensitif akan dihapus
3. Gunakan bahasa yang sopan dan saling menghargai perbedaan pendapat dan sudut pandang