Generasi Skip: Kalau Nggak 15 Detik, Mending Bye!

Table of Contents

Ada satu kebiasaan baru yang belakangan ini makin mengakar di generasi sekarang: males membaca, males mendengar, kecuali kalau langsung ke inti. Kalau ada artikel panjang, di-swipe. Kalau ada podcast lebih dari lima menit, di-skip. Kalau ada ceramah 30 menit, yang ditunggu cuma potongan 30 detiknya yang viral.

Generasi ini tumbuh dalam budaya reels dan shorts. Durasi 60 detik dianggap ideal. Lebih dari itu, otak sudah otomatis menolak: “Ah kelamaan, next!” Ironisnya, mereka tetap bisa betah scroll TikTok satu jam penuh, padahal isinya cuma potongan singkat yang tidak nyambung satu sama lain.

Kalau dipikir-pikir, generasi ini bukan tidak suka belajar. Mereka hanya ingin informasi instan, praktis, langsung bisa dipakai. Kalau ada kuliah 2 SKS tentang teori komunikasi? Skip. Tapi kalau ada thread singkat tentang “5 cara biar gebetan nggak ghosting”? Langsung disimpan, dibagikan, bahkan dipraktikkan.

Mungkin ini efek samping dari dunia digital yang menjejalkan “intisari” terus-menerus. Semua dipadatkan: berita jadi headline, ilmu jadi quote, agama jadi potongan ceramah 15 detik, bahkan hidup pun diukur dari story 24 jam yang nanti hilang sendiri.

Masalahnya, manusia itu butuh narasi panjang. Hidup tidak bisa selalu diringkas jadi “tips dan trik”. Baca buku tebal bukan cuma soal menambah ilmu, tapi melatih otot kesabaran berpikir. Dengar orang ngomong lama bukan sekadar menyerap isi, tapi juga belajar mendengar detail, nyambung konteks, dan menunggu sampai ujung kalimat.

Tapi, ya, generasi sekarang terlanjur terbiasa dengan tombol “skip”. Skip iklan, skip video, skip bacaan panjang, bahkan skip orang tua yang lagi ceramah di ruang tamu. Yang tersisa hanyalah highlight, potongan, dan kesan cepat.

Pertanyaannya: apakah ini pertanda kemunduran? Tidak juga. Bisa jadi mereka memang punya cara belajar sendiri. Bisa jadi mereka tidak bodoh, hanya efisien. Bedanya, mereka lebih suka manual how-to daripada novel 300 halaman. Mereka lebih betah ringkasan PDF 5 lembar daripada buku teks 500 lembar.

Namun tetap, ada harga yang harus dibayar. Generasi skip ini bisa kehilangan kedalaman. Mereka tahu “apa” tapi tidak sempat menyelami “mengapa” dan “bagaimana”. Seperti minum kopi instan: cepat bikin melek, tapi beda jauh dengan kopi tubruk yang diseduh perlahan.

Mungkin kita perlu berdamai. Tidak usah maksa generasi sekarang baca War and Peace sampai tamat. Tapi juga jangan biarkan mereka cuma hidup dari potongan 15 detik. Sesekali, biarlah mereka mencoba menikmati kalimat panjang tanpa buru-buru di-skip. Siapa tahu, di situ ada kenikmatan yang tidak bisa diringkas oleh algoritma.

2 comments

1. Komentar sesuai isi artikel yang dibaca
2. Komentar sensitif akan dihapus
3. Gunakan bahasa yang sopan dan saling menghargai perbedaan pendapat dan sudut pandang
Comment Author Avatar
September 11, 2025 at 8:55 PM Delete
info menarik min
Comment Author Avatar
September 16, 2025 at 9:20 AM Delete
Terima kasih ka