Selamat Tinggal Ujian Nasional, Selamat Datang Tes Kemampuan Akademik (TKA): Babak Baru Evaluasi Pendidikan Indonesia

Table of Contents
Atip latipulhayat saat menjelaskan TKA,
beliau merupakan wakil menteri kemendikdasmen

Selama puluhan tahun, Ujian Nasional (UN) telah menjadi momok yang mewarnai akhir jenjang pendidikan bagi siswa di Indonesia. Stres, tekanan psikologis, hingga praktik curang menjadi drama tahunan yang tak terhindarkan. Kini, pemerintah mengumumkan babak baru dalam sistem evaluasi pendidikan nasional dengan memperkenalkan Tes Kemampuan Akademik (TKA) sebagai penggantinya.

Dalam sebuah pemaparan kebijakan, dijelaskan bahwa TKA dirancang untuk mengakhiri era evaluasi yang traumatis dan mengembalikannya ke rel yang semestinya: sebagai alat ukur yang objektif, bukan sebagai algojo penentu nasib siswa.

Mengapa UN Harus Berakhir?

Narasumber dalam podcast yang disiarkan youtube Kemendikdasmen dengan judul "mengenal lebih dekat TKA" memaparkan bahwa UN, dengan sifatnya yang serentak dan menjadi satu-satunya penentu kelulusan, telah menimbulkan berbagai dampak negatif. 

UN menyebabkan tekanan yang luar biasa, sikap pragmatis siswa yang hanya fokus pada pelajaran yang diujikan, demotivasi guru, hingga moral hazard seperti kebocoran soal," jelasnya. Warisan inilah yang mendorong lahirnya sebuah sistem evaluasi yang lebih sehat dan konstruktif.

Mengenal TKA: Alat Ukur, Bukan Penentu Kelulusan

TKA hadir dengan filosofi yang sama sekali berbeda dari UN. Berikut adalah poin-poin fundamental yang membedakannya:

1. Bukan Penentu Kelulusan: Ini adalah perubahan paling mendasar. Kewenangan untuk menentukan kelulusan siswa sepenuhnya dikembalikan kepada satuan pendidikan berdasarkan evaluasi proses belajar secara menyeluruh.

2. Tidak Wajib, Tapi Berharga: TKA tidak wajib diikuti oleh semua siswa. Namun, hasilnya dapat menjadi salah satu syarat atau portofolio penting saat mendaftar ke jenjang pendidikan berikutnya, baik dari SMP ke SMA maupun saat masuk ke perguruan tinggi. Posisinya mirip seperti tes IELTS atau TOEFL yang menjadi syarat untuk studi di luar negeri.

3. Fokus pada Kemampuan Esensial: Mata pelajaran yang diujikan disederhanakan untuk mengukur kemampuan dasar yang paling fundamental.

  • Tingkat SD & SMP: Hanya Bahasa Indonesia dan Matematika.
  • Tingkat SMA: Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris, dan dua mata pelajaran pilihan sesuai peminatan (IPA/IPS).

Tujuan Besar di Balik TKA

Penerapan TKA bukan sekadar mengganti nama ujian, tetapi memiliki tujuan strategis yang lebih besar untuk perbaikan sistem pendidikan nasional.

Pertama, memetakan capaian pembelajaran secara individual dan standar akademik nasional secara objektif. Data dari TKA akan menjadi cermin jujur yang menunjukkan area mana yang perlu perbaikan, baik dari sisi kurikulum, kompetensi guru, maupun sarana prasarana. Hal ini juga menjadi bagian dari upaya serius untuk meningkatkan skor PISA Indonesia yang masih tertinggal.

Kedua, TKA berfungsi sebagai alat konfirmasi terhadap nilai rapor. "Selama ini ada kecenderungan nilai rapor dikatrol atau dimanipulasi oleh sekolah. Hasil TKA akan menjadi pembanding yang lebih objektif," ungkap narasumber.

Tantangan Implementasi dan Jalan ke Depan

Meski bertujuan mulia, implementasi TKA bukannya tanpa tantangan. Integritas dan kejujuran dari semua pihak—guru, pengawas, siswa, dan penyelenggara—menjadi kunci utama untuk mencegah manipulasi. Pelaksanaan yang berbasis komputer memang meminimalisir kebocoran soal, tetapi kejujuran saat tes berlangsung tetap menjadi faktor penentu.

Pemerintah pusat dan daerah akan berbagi peran. Pusat akan menyiapkan sistem dan bank soal, sementara pemerintah daerah bertanggung jawab atas pengawasan dan kesiapan infrastruktur, terutama jaringan internet yang stabil. Direncanakan, TKA akan mulai dilaksanakan sekitar bulan November.

Pada akhirnya, TKA adalah sebuah langkah maju untuk menciptakan ekosistem evaluasi yang lebih sehat. Siswa diajak untuk tidak lagi takut pada ujian, melainkan melihatnya sebagai kesempatan untuk mengukur potensi diri. Dengan TKA, diharapkan pendidikan Indonesia tidak lagi hanya mengejar angka, tetapi benar-benar membangun kompetensi secara utuh dan jujur.

Sumber: Channel Youtube Kemendikdsmen

Post a Comment