Menyelami Makna Zakat dan Infak: Tafsir Al-Baqarah 267 Menurut Ketua Majelis Tarjih Muhammadiyah

Table of Contents
Dr. H. Hamim Ilyas, S.Ag.,

Zakat dan infak sering kali dipahami sebatas kewajiban finansial seorang Muslim. Namun, di baliknya tersimpan filosofi mendalam tentang keimanan, penyucian jiwa, dan pembangunan sosial. Dalam Pengajian Tarjih edisi ke-308, Dr. H. Hamim Ilyas, S.Ag., Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, mengupas tuntas hakikat keduanya melalui tafsir Surat Al-Baqarah ayat 267.

Kajian ini mengajak kita untuk tidak hanya melihat zakat sebagai angka, tetapi sebagai sebuah ibadah yang menumbuhkan dan menyuburkan kehidupan, baik bagi pemberi maupun penerima.

Membedah Makna: Zakat, Infak, dan Sedekah

Dr. Hamim Ilyas memulai dengan menjelaskan bahwa meskipun perintah dalam Al-Baqarah ayat 267 menggunakan kata "anfiku" (berinfaklah), para ulama, termasuk sahabat Ali bin Abi Thalib, memahaminya sebagai perintah untuk infak yang wajib, yaitu zakat. Menurutnya, ketiga istilah ini—zakat, infak, dan sedekah—memiliki penekanan makna yang saling melengkapi:

  1. Infak: Menekankan pada kegiatannya, yaitu "melewatkan" atau mengeluarkan sebagian hak atas harta yang dimiliki untuk diberikan kepada pihak lain.
  2. Zakat: Menekankan pada fungsinya, yaitu tazkiyah (menyucikan) diri dari sifat kikir dan menumbuhkembangkan kehidupan pribadi serta masyarakat. Kata "zakat" sendiri secara harfiah berarti tumbuh, subur, dan indah.
  3. Sedekah: Menekankan pada esensinya, yaitu sebagai shadaqah atau tanda bukti dari kesungguhan dan kebenaran iman seseorang.

Harta yang Wajib Dizakati: Dari Hasil Bumi hingga Gaji Profesi

Surat Al-Baqarah ayat 267 secara jelas menyebutkan dua sumber harta yang wajib dizakati:

1. "Min thayyibati ma kasabtum" (Dari hasil usaha/kerja yang baik dan halal). Secara klasik, ini mencakup harta dari peternakan, perniagaan, emas, dan perak. Dalam konteks modern, Majelis Tarjih memperluas maknanya hingga mencakup penghasilan dari berbagai profesi seperti dokter, pengacara, dosen, dan peneliti yang telah mencapai nishabnya.

2. "Mimma akhrajna lakum minal ardh" (Dari apa yang Kami keluarkan untukmu dari bumi). Kategori ini mencakup hasil pertanian, hasil tambang, dan harta temuan (rikaz).

Etika dan Filosofi Memberi

Lebih dari sekadar mengeluarkan harta, zakat memiliki adab dan filosofi yang mendalam. "Dilarang keras bagi kita untuk sengaja memilih harta yang berkualitas buruk untuk dizakatkan," tegas Dr. Hamim Ilyas. Harta yang diberikan hendaknya merupakan sesuatu yang kita sendiri masih rela dan senang untuk menggunakannya. Ini adalah cerminan dari hadis yang menyatakan bahwa iman seseorang belum sempurna hingga ia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri.

Filosofi zakat adalah untuk kebaikan manusia, bukan untuk Allah, karena Allah Maha Kaya. Zakat berfungsi membersihkan jiwa dari sifat kikir dan membersihkan harta dari hak orang lain yang melekat di dalamnya. "Adanya hak orang lain dalam harta kita disebabkan oleh bantuan tak terhingga dari berbagai pihak dalam proses kita memperoleh harta tersebut," jelasnya.

Fikih Praktis: Menjawab Persoalan Seputar Zakat

Dalam sesi tanya jawab, beberapa persoalan praktis dibahas, di antaranya:

  1. Niat Berinfak: Niat utama haruslah karena Allah (lillahi ta'ala) dan untuk mendekatkan diri kepada-Nya, bukan untuk kepentingan duniawi seperti berharap agar hajat pribadi terkabul.
  2. Zakat Saat Memiliki Utang: Seseorang yang hartanya sudah mencapai nishab tetapi memiliki utang tetap wajib berzakat, jika setelah dikurangi cicilan utang kebutuhan primer, hartanya masih di atas nishab.
  3. Harta Haram: Harta yang diperoleh dari cara haram (misalnya korupsi) tidak bisa disucikan dengan zakat. Pelakunya wajib bertaubat dan mengembalikan harta tersebut.
  4. Meminta-minta: Islam sangat tidak menganjurkan praktik meminta-minta karena merendahkan kehormatan diri (muru'ah), meskipun menerima zakat bagi yang berhak diperbolehkan.

Sebagai penutup, Dr. Hamim Ilyas mengingatkan bahwa zakat dan infak yang dilakukan dengan ikhlas akan mendatangkan berkah dan pertolongan Allah, sebagaimana sabda Nabi: "Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba-Nya menolong saudaranya."

Post a Comment