Latar Belakang Perumusan Kepribadian Muhammadiyah

Table of Contents
image: diedit admin

Kepribadian Muhammadiyah adalah salah satu dan beberapa rumusan resmi dan doktrin ideologi persyarikatan Muhammadiyah yang disahkan pada Muktamar ke-35 di Jakarta pada tahun 1962. Rumusan Kepribadian Muhammadiyah ini lahir didasari oleh situasi sosial politik tanah air yang tidak menentu. Sebagaimana diketahui bahwa keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 merupakan akibat dan jalan buntu yang ditemui konstituante dalam merumuskan dasar negara republik 
Indonesia. lsi pokok dekrit itu adalah kembali ke UUD 1945, dan Indonesia 
memasuki zaman baru yang dikenal dengan Demokrasi Terpimpin.

Zaman Demokrasi Terpimpin dimulai sejak munculnya Dekrit Presiden hingga terbitnya Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar). Pada periode ini, Presiden Sukarno membentuk Kabinet atau Dewan Menteri dan tiga kekuatan besar sebagai pemenang Pemilu tahun 1955, yaitu unsur nasionalis, agama dan komunis (Nasakom). Kelicikan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang mewakili unsur komunis telah menggeser pelaksanaan Demokrasi Terpimpin dan yang semestinya. Pada situasi ini, muncul banyak penyimpangan dalam pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945, seperti adanya kebijakan tentang Presiden seumur hidup, dan Pancasila
diperas menjadi Trisila dan Ekasila yang intinya adalah gotong royong.

Puncak dan penyimpangan yang terjadi adalah terpusatnya seluruh kekuasaan di tangan presiden. Semua kekuatan sosial politik yang secara terang-terangan menentang konsep tersebut dibubarkan atau dipaksa untuk membubarkan diri. Hal ini juga menimpa Partai Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) dan PSI (Partai Sosialis Indonesia). Sikap kedua partai tersebut membuat Presiden Sukarno sangat kecewa dan marah besar. Lebih-Iebih ketika Masyumi dan PSI menolak ajakan untuk masuk dalam kabinet yang akan dibentuknya. Penolakan kedua partai tersebut didasarkan pada alasan mereka untuk tidak mungkin bersanding dalam satu kabinet dengan PKI. Keadaan ini diperparah Iagi dengan adanya beberapa pimpinan Masyumi yang terlibat dalam pemberontakan yang dilakukan PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia).

Melihat posisi partai Masyumi sangat negatif di mata presiden, maka PKI akhirnya melakukan manuver politik dengan membujuk Presiden Sukarno agar segera membubarkan partai-partai yang menentang kebijakannya. Usaha yang dilakukan PKI berhasil dengan keluarnya Surat Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 200 tahun 1960 yang intinya meminta pimpinan Masyumi untuk membubarkan partai atau Masyumi dibubarkan.

Dengan keluarnya Keppres, akhirnya pada 13 September 1960 Pimpinan 
Pusat Masyumi secara resmi menyatakan membubarkan diri, termasuk bagian-bagian, cabang-cabang dan ranting-rantingnya di seluruh Indonesia. Karena telah membubarkan diri, Masyumi tidak dapat dinyatakan sebagai parlai terlarang.

Dalam partai tersebut sejatinya terdapat banyak tokoh Muhammadiyah yang berperan serta sebagai anggota pimpinan Masyumi dalam berbagai tingkatan, diantaranya: Ki Bagus Hadikusumo, K.H. Faqih Usman, Prof. Dr. Hamka, Prof. Abdul Kahar Muzakir, Mr. Kasman Singodimedjo, H.M. Yunus Anies, K.H. R. Hadjid, dan AR. Fachrudin. Karena banyak tokoh persyarikatan yang aktif di Masyumi maka masyarakat umum pun sulit membedakan secara tegas antara keduanya (Muhammadiyah dengan Masyumi). Pandangan masyarakat yang demikian itu sejatinya sengaja ditumbuhkan oleh PKI. Bahkan ketika Masyumi telah membubarkan diri, PKI pun memanfaatkan momen itu dengan mengeluarkan opini bahwa Muhammadiyah identik dengan Masyumi, sehingga Muhammadiyah juga harus dibubarkan.

Setelah Masyumi membubarkan diri, warga Muhammadiyah yang semula aktif di partai politik Islam yang memiliki pengaruh luar biasa dalam sejarah itu kemudian aktif kembali ke dalam persyarikatan. Hanya saja, pola perjuangan di partai politik masih terbawa ke dalam Muhammadiyah. Hal inilah yang kemudian dikhawatirkan akan dapat merusak tradisi organisasi dan semangat perjuangan Muhammadiyah sebagai gerakan Islam. Tradisi organisasi dan tujuan serta strategi perjuangan persyarikatan tentu sangat berbeda dengan partai politik, tidak terkecuali Masyumi.

Kondisi yang demikian itu telah menginspirasi K.H. Faqih Usman untuk menulis sebuah matan pengajian yang diberi judul: apakah Muhammadiyah itu? Matan yang mengulas tentang jati diri Muhammadiyah itu disampaikan K.H. Faqih Usman pada Pelatihan Kader di Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta tahun 1961. Ulasan materi tersebut rupanya mendapatkan tanggapan positif dan para peserta, dan secara khusus Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Pimpinan Pusat Muhammadiyah kemudian mendiskusikannya bersama Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur (H.M. Saleh Ibrahim), Jawa Tengah (R. Darsono), dan Jawa Barat (H. Adang Affandi). Rumusan hasil diskusi para pimpinan itu kemudian disampaikan pada Sidang Tanwir menjelang Muktamar ke-35 di Jakarta, dan  disahkan pada Muktamar ke-35 tahun 1962. Muktamar ke-35 ini dikenal juga dengan Muktamar Setengah Abad Muhammadiyah. 

Tujuan perumusan Kepribadian Muhammadiyah adalah sebagai landasan tajdid dan landasan ideologi Muhammadiyah, serta menjadi landasan pedoman, pegangan gerak, dan perjuangan Muhammadiyah
Judin
Judin Guru sejak saya lulus dari sarjana pendidikan tahun 2013 di UMP

3 comments

Comment Author Avatar
July 1, 2021 at 12:27 AM Delete
Iya pak
Comment Author Avatar
November 25, 2021 at 12:22 PM Delete
pada saat itu muhammadiyah berusia brp ya pak?🙏🏻
Comment Author Avatar
December 5, 2021 at 9:13 PM Delete
50 tahun pakde