Dilema Menjadi Guru di Masa Pandemi Covid-19

Table of Contents
Dilema menjadi guru di masa pandemi covid-19-https://pixabay.com/

Covid-19 masih menjadi musuh besar bagi kesehatan masyarakat Indonesia. Sudah banyak yang meninggal akibat virus ini sejak kemunculannya. 

Menurut data yang dilansir dari covid19.go.id hingga kamis (17/12) jumlah yang meninggal akibat covid-19 sebanyak 19.390 orang. Sedangkan kasus baru yang terinfeksi di Indonesia bertambah 7.354, sehingga total menjadi 643.508 kasus positif corona. 

Kementerian Pendidikan memberikan opsi kepada sekolah yang ingin menggelar kegiatan belajar mengajar tatap muka (KBMTM) dengan syarat:

  1. Mendapat persetujuan dari kepala daerah
  2. Mendapat persetujuan dari kepala sekolah
  3. Mendapat persetujuan dari orang tua/wali peserta didik.

Lanjut Mendikbud, Tatap muka ini diperbolehkan tidak diwajibkan. Satgas covid-19 tidak lagi menentukan kebijakan tapi pemda.

Kepala Daerah bisa membuka secara bertahap atau secara serentak di kecamatan tertentu berdasarkan tingkat keamanan covid-19 di daerah masing-masing, katanya.

Namun melihat intruksi dari gubernur jawa tengah nomor 445/0017480 tertanggal 16 Desember 2020 sebagaimana dimuat disitus solopos.com yang ditujukan kepada kepala daerah di 35 kabupaten/kota di Jateng memutuskan untuk tidak menggelar pembelajaran tatap muka (PTM) di semester genap mulai januari 2021 mendatang, hal ini disebabkan ketika Pemprov Jawa Tengah merespons keputusan Mendikbud tersebut dengan menggelar simulasi PTM di 35 sekolah. Dari 35 sekolah terdapat satu sekolah yang terjadi penularan covid-19, yakni salah satu sekolah SMK Negeri Jateng di kota Semarang.

Keputusan tidak menggelar PTM karena mendapat masukan dari Gugus Tugas Penangan Covid-19 Jawa Tengah mengingat kondisi perkembangan covid-19 masih mengkhawatirkan, katanya.

Selain itu, Ketua PGRI Jateng, Muhdi mengatakan: memang pengajaran bisa dilakukan secara daring namun tidak untuk pendidikan karakter. Dia khawatir peserta didik lama-lama akan stress.

Dengan demikian guru seakan dilema menghadapi situasi yang seperti ini.
Pertama, peserta didik yang kurang mampu akan kesulitan mengikuti PJJ karena tidak terpenuhinya kuota belajar. Mengingat bantuan kuota dari pemerntah tidak setiap bulan diberikan kepada peserta didik.
Kedua, peserta didik yang berada di pelosok desa akan kesulitan mendapatkan signal, sehingga PJJ akan terhambat
Ketiga, pekerjaan orang tua menjadi double, yakni mencari nafkah dan mendidik anak. Apalagi orang tuanya yang tidak bekerja karena akibat pandemi ini. Itu akan sangat menghambat kegiatan pembelajaran daring atau pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Guru hanya bisa berdoa dan berharap, mudah-mudah pandemi covid-19 ini segera berakhir, agar kegiatan belajar mengajar bisa dilakukan secara tatap muka.

Post a Comment